Rabu, 04 Januari 2012

UJIAN AKHIR SEMESTER

  
          Spesies flatfish yag berasal dari atlantik utara yang menunjukkan potensi yang sangat baik untuk produksi dalam akuakultur dengan daging yang berwarna putih dan memiliki nilai komersial terutama di Asia. Aplikasi teknologi yang menjadi ciri genomik untuk proses reproduksi, pembangunan, nutrisi, dan  kekebalan. Ikan flatfish menjadi sumber penting dari mikrosatelit dan nukleotida polymorphis (snps) yang dapat digunakan  untuk memetakan 11 genetik yang ada. Sebagai langkah pertama yaitu ke arah genomik untuk berkembang dan database yang mengatur/memudahkan orang dapat mencari. Cdna yang ada diperpustakaan yang dibangun dan berkembang terdiri dari lima tahap dan dengan delapan jaringan dewasa yang berbeda.  Dalam sekuensing individu flatfish sendiri terdiri dari 96 koloni bakteri atau 384 mengandung gliserol yang menggunakan qpix koloni picker. DNA di sekuen dengan menggunakan ET terminator kimia, dan reaksi yang diproses adalah dengan menggunakan magnet carboxylate modified microparticles untuk menghilangkan kelebihan fluoresen sebelum memuat ge megabace 4000 dna sequencers dalam pembuluh kapiler darah. Database dapat dicari dalam bentuk dasar sebuah oligonucleotide microarray yang dapat digunakan sebagai alat untuk mempelajari ekspresi gen yang secara ekonomi budidaya ikan penting dalam hal ini.

Selasa, 03 Januari 2012

BIOINFORMATIKA DALAM BUDIDAYA PERIKANAN



            Udang merupakan penyumbang devisa terbesar dari sektor non migas, sehingga banyak dibuka lahan pertambakan tanpa memperhatikan daya dukung lahan. Hal tersebut dapat menyebabkan penyakit bercak putih viral (White Spot Syndrome Virus, WSSV) pada udang yang sampai saat ini belum ada penanganannya.
            Di BBPBAP Jepara ditunjuk sebagai sentra pembenihan udang nasional (National Srhimp Broadstock Center, NCBC) yang diharapkan menghasilkan benih udang yang bebas virus (SPF) bagi pengguna di seluruh Indonesia. Kategori SPF bisa dengan jalan skrining yang dimulai dari induknya. Skrining adalah salah satu metode untuk mendapatkan induk yang sehat yang akan dipisahkan dari yang sakit untuk mencegah kemungkinan masuknya penyakit melalui kontaminan maupun melalui induk dari daerah lain.
            Hasil yang diperoleh sebagai berikut :
            Hasil analisis PCR yang dilakukan terhadap 86 ekor calon induk yang diambil dari 3 daerah dalam program NSBC ini didapatkan bahwa calon induk yang diambil dari daerah Nangroe Aceh Darussalam tidak terdeteksi WSSV untuk udang jantan, sedangkan untuk calon induk udang betina terdeteksi sebanyak 1 ekor dari 6 ekor udang yang dianalisis atau sebesar 16,7% dari calon induk yang disiapkan.
            Calon induk dari Pangandaran (Jawa Barat) terdeteksi WSSV sebanyak 9 ekor dari 20 ekor udang atau sebesar 45% calon induk jantan yang dipersiapkan, sedangkan untuk calon induk betina terdeteksi WSSV sebanyak 3 ekor dari 20 ekor udang atau sebesar 15%. Sementara calon induk yang diambil daerah Nusa Tenggara Barat terdeteksi WSSV sebanyak 4 ekor dari 17 ekor calon induk jantan atau sebesar 23,5% sedangkan untuk calon induk betina terdeteksi WSSV sebanyak 7 ekor dari 17 ekor calon induk atau sebesar 41,2%.
            Dapat disimpulkan bahwa
·         Daerah Nangroe Aceh Darussalam mempunyai induk udang yang relatif lebih baik dalam hubungannya dengan WSSV dibandingkan 2 daerah lain yaitu Pangandaran dan Nusa Tenggara Barat.
·         Prosedur skrining induk windu dengan analisis PCR memberikan hasil yang akurat dan cepat untuk menentukan kesehatan induk yang bebas dari infeksi WSSV